Jawaban :
Kecenderungan Mufassirin dalam menafsirkan perintah masuk Islam secara kaffah ada dua golongan yaitu :
1. Perintah masuk Islam bagi seluruh umat manusia.
2. Perintah terhadap umat Islam agar menerapkan syari’at secara penuh dengan segala kemampuannya.
Firman Allah (artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian dalam Islam secara keseluruhan”. Maksudnya tetaplah kalian semua diatas agama Islam sejak awal permulaan dan janganlah kalian keluar dar Islam dan syariat Islam -sampai perkataan mufassir- Imam Qaffal berkata : kata “kaaffah = keseluruhan” bisa kembalikan kepada mereka yang diperintah masuk Islam, sehingga maksudnya : masuklah kalian kesemuanya dalam agama Islam dan janganlah berpisah-pisah dan jangan pula berbeda-beda, -sampai perkataan mufassir- dan pastas pula kata “kaaffah = keseluruhan” dikembalikan kepada Islam, yakni seluruh syariat Islam. Al Wahidi ra berkata : pendapat ini lebih layak dengan dhahirnya tafsir karena mereka (orang-orang mukmin) diperintah melaksanakan keseluruhan syariat Islam.
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua didalam keselamatan” , salmi dengan dibaca fathah sinnya itu menurut Ahli Hijaz yang artinya menyerah dan taat. Maksudnya menyerahlah kalian kehadirat Alloh dan taatlah kepada-Nya. Atau Islam dan berarti pembicaraan ini ditujukan kepada Ahli Kitab, karena mereka Iman kepada Nabi-Nya dan Kitab-Nya,atau pembicaraan ditujukan kepada orang-orang munafik karena mereka beriman hanya dengan lisannya. Kata kaaffah (secara keseluruhan) artinya tak satupun dari kalian yang keluar dari taat kepada Alloh, sehingga lafadz Kaffah itu menjadi Haal dari dhomir yang ada pada Udkhuluu yang semakna denga jami’an yang artinya semua atau kaaffah menjadi haal dari Assilmi karena ia muannats. Seakan-akan mereka diperintah untuk melakukan seluruh ketaatan atau cabang-cabang Islam dan syariat-syariatnya. Lafadz Kaaffah dari kata Al Kaffa, seakan-akan mereka mencegah jangan sampai seorangpun dari mereka keluar sebabmereka telah berkumpul.
Agama Islam sesuatu yang utuh yang tak boleh dipecah-pecah, maka barang siapa beriman kepada islam maka ia wajib mengambil keseluruhannya. Jadi dia tidak boleh memilih hukum Islam yang ia senangi dan meninggalkan hukum Islam yang tidak ia sukai atau mengumpulkan antara Islam dan agama-agama yang lain, karna Allah Ta’ala memerintahkan mengikuti seluruh ajaran-ajaran Islam, menerapkan semua kewajiban-kewajibannya dan memulyakan semua aturan-aturannya tentang halal dan haram.
)2(. Apakah manifestasi berislam secara kaffah mengharuskan pemberlakuan syari’at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusional) dan kehidupan bermasyarakat (kultural) di Indonesia ?
Jawaban :
Penerapan syari'at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusi) dan dalam kehidupan bermasyarakat (kultur) adalah tanggung jawab bersama setiap muslim. Usaha menerapkan hukum Islam dalam konstitusi negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang jauh dari kekerasan. Tahapan amar ma'ruf nahy munkar adalah satu-satunya cara yang dapat ditempuh dalam memperjuangkan berlakunya hukum Islam dalam negara.
Islam tidak memberi toleransi kepada orang Islam untuk menjadikan undang-unfang dari selain syariat Allah. Dan setiap sesuatu yang keluar dari nash syariat atau dasar-dasar syariat yang luhur atau (ruh) jiwa tasyri’iyyah adalah diharamkan secara pasti atas orang muslim berdasarkan dalil nash al Qur’an yang jelas.
(Faidah) sampai perkataan mushannif : Sebagian diantaranya, semua hukum harus memakai syariat yang mulia, sedangkan hukum siyasah (politik) tiada lain hanyalah menggunakan prasangka-prasangka.
Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah (artinya) : “ Barang siapa tidak menghukumi dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu orang-orang kafir”, bahwa barang siapa mengingkari hukum yang ditutrunkah Allah maka dia kafir dan barang siapa mengakui hukum Allah namun dia tidak menghukumi dengannya dia itulah orang dhalim dan fasik.
Wajib atas seorang hakim tetap konsisten pada hukum-hukum syariat sesuai tujuan dinobatkannya hakim itu dan jangan sampai melampaui sampai pada hukum-hukum siyasah (politik), bahkan ia wajib membatasi orang yang melanggarnya, mencegahnya, menta’zirnya dan memberitahu bahwa hukum yang benar adalah begini.
)3(. Berdosakah orang Islam di Indonesia karena membiarkan tidak diamalkannya ajaran syari’at Islam oleh negara tempat ia menetap tinggal ?
Jawaban :
Bagi yang mampu dan mempunyai akses untuk perjuangan berlakunya hukum Islam maka harus benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya, sehingga pabila mereka (yang mampu) tidak ada usaha untuk berlakunya syariat Islam di Indonesia maka berdosa. Bagi masarakat umum berkewajiban memberi dukungan penuh demi berlakunya hukum Islam.
Diriwayatkan dari Thariq bin Syihab dia berkata : aku mendengan Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia memberantasnya dengan tangan (kekuasaan) nya, lalu jika ia tidak mampu maka memberantasnya dengan lisannya, lalu jika tidak mampu maka memberantasnya dengan hatinya dan demikian itu peling lemahnya iman. (HR: Bukhari)
Syaikh Abdul Qodir Jailani berkata :
Orang-orang yang menginkari (menentang) itu ada tiga macam :
- Ingkar dengan kekuatan yaitu ingkarnya para pemimpin dan penguasa.
- Yang kedua ingkar dengan lisan bukan dengan kekuatan yaitu ingkarnya para ulama’
- Yang ketiga ingkar dengan hati yaitu ingkarnya orang-orang umum.
Perintah kebagusan mencegah kemungkaran artinya perintah dengan kewajiban-kewajiban syara’ dan mencegah dari perkara yang diharamkan syara’. kalau memang dia tidak takut pada kerusakan yang terjadi pada dirinya, hartanya atau yang lain, dengan kerusakan yang nyata.
Barang siapa menghukumi tidak sesuai hukum yang diturunkan Alloh bahkan dia malah menghinanya, dan menginkarinya, maka dihukumi Kafir. Karena dia menghina terhadap hukum dan menolaknya dengan gambaran dia menghukumi tanpa memakai hukumnya Alloh, karena itu Alloh mensifati mereka dengan predikat kafirun, dholimun, dan fasiqun. Sifat kafir karena mereka inkar dan aniaya dengan menghukumi dengan selain huku Alloh dan kefasikan mereka karena mereka keluar dari hukum-hukum-Nya.
)4(. Bolehkah masing-masing WNI yang beragama Islam atau kelompok mereka menerapkan secara sepihak hukum publik yang menjadi bagian dari syari’at Islam (seperti hukum jinayat( ?
Jawaban :
Penerapan syariat Islam di bidang pemberlakuan hudud (hukuman mati, potong tangan, cambuk dan lain-lain) adalah hak prerogratif negara. Masyarakat umum tidak boleh melaksanakan sendiri-sendiri atau pada kelompok masing-masing.
Tambahan:
Bagi organisasi-organisasi Islam seperti NU, diharapkan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah untuk berlakunya hukum Islam dalam konstitusi negara.
Kedua: tidak boleh menegakkan hukuman kecuali seorang imam atau orang yang dikasih kepercayaan (mandat) oleh imam. bitthifaqil fuqoha’ (sesuai kesepakatan ahli fiqih), karena had (hukuman) tidak ditegakkan pada masa hidupnya Nabi SAW, kecuali dapat izin dari beliau dan pada masa Khulafaur rasyidin kecuali dapat izin dari beliau-beliau. Karena hukuman (had) itu haqqulloh yang membutuhkan ijtihad (kesungguhan yang maksimal), dan padahal tak ada jaminan aman dari penyelewengan, karenanya maka tidak boleh (menghukum) kecuali dengan izin imam.
Sewenang-wenang yang dapat menimbulkan terhadap dhoror (bahaya) atau dzolim itu dilarang, seperti sewenang-wenang menimbun makanan pokok, dan sewenang-wenangnya salah satu rakyat dalam urusan yang merupakan hak khusus imam, seperti jihad (berperang) dan sewenang-wenang menegakkan hukuman (had) dengan tanpa izinnya imam.
Terjemah :
Syarat No. 6 : Dapat izin dari imam. Sebagian Ulama’ mensyaratkan untuk relawan harus mendapat izin dari imam atau dari penguasa (wali). Para Ulama berkata: Bagi individu rakyat tidak boleh menjadi relawan ) eksekutor hukuman ). Kebanyakan ulama’ tidak sependapat dengan syarat diatas kecuali dalam urusan yang memerlukan bantuan dan mengumpulkan banyak pembantu dan urusan yang khusus bagi imam atau penggantinya seperti menegakkan hukuman, menjaga keutuhan/persatuan memperkuat benteng pertahanan dan mengirikan pasukan. Adapun hal-hal yang tidak seperti diatas bagi individu-individu manusia boleh melakukannya karena dalil-dalil tentang perintah, larangan dan pencegahan berlaku umum -sampai perkataan mushannif- adapun mengumpulkan pembantu-pembantu dan menghunus pedang itu bisa jadi menimbulkan fitnah yang merata, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Kebanyakan para ulama’ dalam hal yang seperti ini berpendapat harus mendapat izin dari imam karna bisa menimbulkan fitnah dan gejolaknya kerusakan. Dan demikian pula sesuatu yang khusus bagi imam dan penguasa, maka perorangan tidak boleh melakukan sendiri, seperti qishos (hukuman balasan sepadan) . Sesungguhnya seseorang tidak boleh melaksanakan (hukuman) kecuali adanya persetujuan dari imam, karena kesendirian dalam malaksanakan hukuman, akan dapat menimbulkan fitnah.
)5(. Sesuaikah dengan prinsip ahkam sulthaniyah bila secara diam-diam sekelompok umat Islam di Indonesia membaiat dan mengesahkan amir/pemimpin Islam guna menjadi landasan legitimasi ibadah atau pengamalan agama kelompok tersebut ?
Jawaban:
Membaiat dan mengesahkan amir/pemimpin Islam dengan tidak mengakui terhadap keabsahan kepemimpinan yang sudah ada tidak sesuai dengan prinsip hukum bernegara menurut Islam.
Yang ke-empat: suatu kaum dari ahli haq (kebenaran) melawan terhadap imam dan menuduh bahwa ia telah terpecat/menentangnya dengan ta’wil yang benar/salah, dan mereka itu memiliki kekuatan dan kekuasaan, sekira imam butuh terhadap pasukan untuk mencegah mereka , maka kaum itu dikatakan AL Bughoh (penentang Imam) sebagaimana yang dikehendaki dalam terjemah/judul barang siapa memberontak terhadap Imam yang ‘adil dengan sebab satu diantara empat macam dengan jelas-jelas membangkang maka orang tersebut wajib diperangi karna adanya keterangan yang sudah dijelaskan diawal bab.
Disyaratkan wujudnya kejahatan makar adalah membangkang terhadap Imam. Pembangkangan dimaksud yaitu menentang imam dan melakukan yang mengarah kepada pemecatan imam atau menolak hak-hak yang wajib atas para pembangkang. Dan sama hak-hak ini bagi Allah ya’ni yang ditetapkan demi kemaslahatan orang banyak atau perorangan maksudnya ditetapkan demi kemaslahatan perorangan. Termasuk didalam hak-hak ini setiap hak yang diwajibkan syari’at bagi hakim atas orang yang dihukumi, setiap hak bagi golongan atas perorangan dan setiap hak bagi perorangan atas perorangan. Jadi barang siapa mencegah membayar zakat maka berarti dia mencegah hak yang wajib atas mereka dan barang siapa
mencegah menegakkan hukum yang behubungan dengan hukum Allah seperti hukuman zina atau yang berhubungan dengan hak perorangan seperti Qishos maka ia mencegah haq yang wajib atas dia.
Dan barang siapa menolak ta’at kepada imam maka berarti ia menolak hak yang wajib atas dia dan seterusnya. Bagi kalian dari hal yang disepakati ulama’bahwa sesungguhnya menolak taat didalam maksiat bukanlah pembangkangan akan tetapi suatu kewajiban atas setiap orang Islam, karena taat itu tidak wajib kecuali dalam kebaikan dan taat pada kemaksiatan tidak diperbolehkan.
Imam Qaffal berkata : baik imam itu adil atau menyeleweng, maka membangkang kepadanya adalah bughat, karena imam tidak bisa terpecat sebab menyeleweng baik pihak pembangkang itu adil atau menyeleweng. Sebab membangkang kepada imam adalah perbuatan makar.
)6(. Sebagai konsekuensi Islam kaffah haruskah dilakukan jihad guna menangkal praktek kemungkaran oleh WNI non-muslim, seperti lokalisasi PSK, penjualan/ konsumsi minuman keras, budidaya hewan babi, arena hiburan yang penuh ma’shiyat, dan lain sebagainya ?
Jawaban:
Sebagai konsekwensi Islam kaffah dalam rangka menangkal praktek kemunkaran wajib dilakukan jihad dalam pengertian أمر معروف نهى منكر sesuai dengan tahapan-tahapannya, dan harus berupaya untuk tidak menimbulkan kemunkaran yang lebih besar atau fitnah.
Firman Allah (artinya) : “Hendaklah diantara kalian terdapat ummat, yang mengajak kebaikan”. Ayat ini sebagai dasar perintah berbuat baik dan mencegah melakukan kemungkaran.
Sifat adil itu menjadi syarat untuk menjadi imam kecuali pendapat yang unggul, itu menurut empat Madzhab, dan menurut madzhab Syi’ah Zaidiyah. Haram keluar dari imam yang fasiq, lacut itu haram, walaupun adanya kelauar itu untuk perintah kebaikan dan mencegah kemungkaran. Karena keluar dari imam bisa mendatangkan kebiasaan ingkar dari perkara tersebut. Dengan demikian terlarang mencegah kemungkaran. Karena yang disyaratkannya iru tidak akan mendatangkan keinkaran lain yang lebih darinya. Sampai menimbulkan fitnah, pertumpahan darah, meratanya kerusakan, kacaunya negara, menyesatkan masyarakat, merapuhkan keamanan dan merusak tatanan.
Baginya dua tingkatan, diperingatkan, dinasehati dengan ucapan yang halus, dicaci maki dan kekerasan kemudian dicegah dengan paksa.
Sedangkan dua kewajiban yang pertama berlaku umum untuk semua orang Islam dan yang dua kewajiban yang akhir khusus bagi penguasa.
pesantrenvirtual.com
0 comments:
Post a Comment