Saturday, November 11, 2017

Memahami Perkataan Imam Syafi’i Dalam Pembagian Bid’ah

Memahami Perkataan Imam Syafi’i Dalam Pembagian Bid’ah - Sugeng Rawuh Shobat Mulia Kitab Kuning Klasik, pada dasernya setiap aturan dalam hidup ini sudah diataur secara sedemikian lengkap oleh AL-Quran dan Hadist namun pada perkembanganya , Banyak ulama terdahulu yang lebih meringkas dan mempermudahnya menjadi sebuah kitab-kitab yang menjadi rujukan umat sampai sekarang ini. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah dalam pemahamanya. Dan dengan rujukan semacam ini kita lebih mudah dan gampang dalam mengamalkanya. Sehingga kita tidak tertipu oleh dalil -dalil yang diputar balikkan oleh sebagian kalangan.

Bagi kaum ahlu sunan wal jama'ah, kitab semacam ini merupakan hal penting yang harus terus dilakukan dikembangkan dan deipelajari guna mendapatkan rujukan yang benar sesuai dengan sanad yang ada. Karena rujukan tanpa mengetahui sanad dan asbbul nuzul yang jelasa akan menghasilkan keraguan didalamnya. untuk itu Memahami Perkataan Imam Syafi’i Dalam Pembagian Bid’ah hadir menjelaskan problematika dalam hidup anda dan memudahkannya.

Menurut Imam Syafi’i tentang pemahaman bid’ah ada dua riwayat yang menjelaskannya.
Pertama, riwayat Abu Nu’aim;

اَلبِدْعَة ُبِدْعَتَانِ , بِدْعَة ٌمَحْمُودَةٌ وَبِدْعَةِ مَذْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُومْ.

Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah, maka itulah bid’ah yang terpuji sedangkan yang menyalahi sunnah, maka dialah bid’ah yang tercela’.

Kedua,riwayat Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i :

. اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ, مَا اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضّلالَةُوَمَا اُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مْن ذَالِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٌ

‘Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah bid’ah dholalah/ sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela’




PENJELASAN

الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ

“Perkara baru ada dua macam”

Maksudnya : semua perkara baru baik Ibadah atau bukan Ibadah, baik Aqidah atau bukan Aqidah terbagi kepada dua macam, poin yang perlu di ingat adalah Imam Syafi’i sedang memisah dan memilah antara dua macam perkara baru yang tentu saja perkara tersebut tidak di masa Rasulullah dan para sahabat.

أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا

“salah satunya adalah perkara baru yang menyalahi Kitab (Al-Quran), atau Sunnah (Hadits), atau Atsar, atau Ijma’.”

Maksudnya : yang pertama adalah perkara baru yang menyalahi Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma’, poin penting di sini adalah “Yukhalifu” atau “menyalahi” jadi perkara baru itu sesat bukan karena semata-mata ia baru ada dan belum ada di masa rasul dan sahabat, tapi karena menyalahi 4 perkara di atas.

فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ

“maka perkara baru ini adalah Bid’ah Dholalah”

Maksudnya : perkara baru yang menyalahi Al-Quran atau menyalahi As-Sunnah atau menyalahi Atsar atau menyalahi Ijma’, maka inilah Bid’ah Dholalah yang terlarang dalam Hadits larangan Bid’ah, Bid’ah Dholalah bukan sesuatu yang tidak tersebut secara khusus dalam Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’, tapi harus diperiksa dulu apakah ia menyalahi atau justru sesuai dengan Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’.

وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا

“yang kedua, perkara baru yang baik lagi tidak menyalahi bagi salah satu dari ini (Al-Quran, As-Sunnah, Atsar, dan Ijma’)”

Maksudnya : yang kedua adalah perkara baru yang baik dan tidak menyalahi satupun dari Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’, bukan maksud baik itu hanya dianggap baik, tapi baik di sini adalah tidak menyalahi 4 perkara tersaebut, dan poin penting di sini juga pada “Tidak menyalahi” jadi perkara baru tidak otomatis Bid’ah dan Sesat,  tapi ketika ia menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut, maka otomatis sesat, dan bila tidak menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut maka otomatis tidak sesat, baik dinamai dengan Bid’ah Hasanah atau Bid’ah Lughawi atau dengan bermacam nama lain nya.

وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ

“dan perkara baru tersebut tidak tercela”

Maksudnya : perkara baru yang tidak menyalahi Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’ adalah Bid’ah yang tidak tercela atau di sebut juga dengan Bid’ah Hasanah.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Memahami Perkataan Imam Syafi’i Dalam Pembagian Bid’ah

0 comments:

Post a Comment