ﻟِﻐَﺪٍ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺧَﺒِﻴﺮٌ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ ( ١٨
kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
yakni kitab Tafsîrat-Thabariy, Tafsîr Ibnu Katsîr dan Tafsîr al-Qurthubiy. Ayat ini – secara eksplisit —
menyebutkan perintah “bertaqwa” kepada Allah
( ittaqûLlâha ). Disebutkan dalam Tafsîr ibnu Katsîr
bahwa taqwa sendiri diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari
laranganNya.Jadi, tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat ”, setelah itu berbuat maksiat kembali. Karena makna taqwa sendiri saling bersinergi, tidak dapat dipisahkan.
Bandingkan dengan penjelasan al-Qurthubiy dalam kitab tafsirnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân , yang menyatakan bahwa perintah taqwa (pada rangkaian
ayat ini) bermakna:
perintah dan larangannya, dengan cara
melaksanakan farâidh -Nya (kewajiban-kewajiban)
yang dibebankan oleh Allah kepada diri kita —
sebagai orang yang beriman — dan menjauhi
ma’âshî -Nya(larangan-larangan) Allah, yang secara keseluruhan harus kita tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
disamakan dengan perkataan hâsibû anfusakum qablaan tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian
sebelum nanti kalian dihisab (di hari akhir).
Ghat (hari kiamat) artinya karena dekatnya sebab
segala yang akan datang (terjadi) adalah dekat
sebagaimana dikatakan “sesungguhnya besok hari
itu bagi orang yang menantinya adalah dekat”.
Nasu ‘i-lah (mereka melupakan hak Allah) artinya karena mereka meninggalkan perintah-perintah-Nya
dan tidak berhenti dari larangan-larangannya. Fa
ansahum anfusahum, Allah menjadikan mereka
melupakn nasib mereka, sehingga mereka tidak
mengerjakan untuk diri mereka itu kebaikan yang
akan bermanfaat baginya .
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻛُﻢْ ﺷُﻌُﻮﺑًﺎ ﻭَﻗَﺒَﺎﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎﺭَﻓُﻮﺍ ﺇِﻥَّ
ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ﺧَﺒِﻴﺮٌ
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu . Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al Hujurat: 13)
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kalian –wahai manusia- adalah yang paling
tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan
menunaikan berbagai kewajiban dan
menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling
mulia dilihat dari rumahnya yang megah
atau berasal dari keturunan yang
mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)
Tanya seorang santri kepada KH Ahmad Dahlan.
"Seperti mimpi rasanya" sambung Sangidu.
" Semua persoalan seperti mendadak hilang. Tentram" tambah Jazuli.
"Damai sekali" tukas Hisman.
" *Orang beragama adalah orang yang merasakan keindahan, rasa tenteram, damai karena hakikat agama itu sendiri seperti musik. Mengayomi dan menyelimuti*."
Terima kasih.
Puji beliau.
Aamiin......
0 comments:
Post a Comment